Minggu, 18 Desember 2011

Benih-Benih dari Desa Bunga

Untuk kawan-kawanku dalam sergapan 10 Mei,

Saat diriku pergi jauh meninggalkan kampung untuk menemukan kata moderat dan majemuk, kampungku sendiri ternyata menjadi lembah para picik keparat akibat melarat dan jadi mangsa empuk yang gemuk. Aku sedikit banyak tahu siapa mereka, mereka pembenci “barat”, karena belum terentas dari garis yang digurat oleh beberapa aparat dari mulai camat hingga wakil rakyat di daerah dan pusat yang tugasnya mengulur-ulur kata mufakat.

Pengajian bukan untuk mengaji dan mengkaji ayat-ayat suci, melainkan menjadi ajang pemberangusan hak asasi dan pembunuhan keji yang hanya pantas dilakukan oleh para banci.
Ketika mereka disebut teroris, hatiku teriris dan ingin menangis. Semua ini terjadi karena mereka memiliki kesempatan secuil untuk melihat bahwa dunia ini manis.

Disatu sisi kampungku telah berlabel standar international, disisi lain kawan-kawanku dicap musuh nasional, sebab bangsanya telah latah ikut punya fobia internasional.Kawanku tak butuh label internasional; kawanku hanya ingin keahlian mereka yang telah go internasional kembali datang walau hanya muncul diatas bantal.

Saat gulungan akar hutan, gulma, dan bambu berubah menjadi “banda” untuk membakar tungku para ibu-ibu,saat itulah kawan-kawanku hanya memikirkan kapan datangnya hari Sabtu yang membikin indahnya hari Minggu. Dalam menunggu hari Sabtu mereka asik memainkan gunting dan palu untuk menyulap “pitrit” menjadi meja dan bangku. Alunan musik dangdut yang merdu mereka dengarkan sambil lalu karena tangan gesit mereka dikejar waktu untuk meraih beberapa lembaran kertas berwarna biru. Namun madu ini tak bertahan lebih dari sewindu. Bencana yang tak dimau datang saat salah seorang pembantu membuka pintu.

Pintu telah terbuka,kampungku tinggal menunggu meregang nyawa. Kawan-kawanku tak tahu harus bagaimana. Kini mereka tak lagi punya tempat penyambung nyawa, ekspresi dan canda tawa. Alunan musik dari radiopun ikut tak tertawa, karena sang radio tak lagi mendengarkan salah lirik dari kawan-kawanku yang ikut asik berdendang dari siaran radio gelap yang penyiarnya berbicara dengan bahasa aneh namun bahasa jenis ini yang dianggap oleh kita sebagai bahasa kaum cendekia.

Kawan-kawanku kini menjadi musuh negeri, orang-orangpun merasa ngeri. Mereka sebenarnya ingin menyalurkan ekspresi dan bisa menghabiskan hari demi hari. Tak dinyana, lalu mereka bertemu saudara seiman yang sebenarnya tak beriman yang “dianggap” lebih berilmu dan lebih mapan.
Kawan-kawanku kini menjadi bersahabat dengan ledakan dan duri. Duri bagi negeri dan duri bagi diri sendiri. Nasib tak bersalah, kawan-kawanku kini divonis bersalah oleh orang-orang yang sebenarnya telah kalah tapi tak mau mengalah.

Kawan, aku tidak mendukungmu dan juga memusuhimu. Kita dari pondok yang sama, Pondok Pari alias Kenanga. Hanya satu yang menjadi beda, jalan yang diambil oleh kita. Namun kita tetap satu sebagai saudara yang mengenal kata Kirik dan Cemera.

Doa

Sebenarnya saya pernah membaca dan mendengar mengenai doa entah dari tulisan dan ceramah siapa,saya lupa  tepatnya. Namun baru kemarin saya mulai terbuka kembali mata ini mengenai makna dari doa setelah mendengar siraman rohani dari Pak Jaya Suprana bos Jamu Jago dalam karyanya Kelirumologi.

Saya tak ambil pusing dari siapa  Pak Jaya dapat ilham mengenai tulisan doa ini, tetapi setelah direnungkan memang benar adanya.

Kita semua yang mempercayai adanya Tuhan, yakin bahwa Tuhan adalah yang Maha Tahu. karena kemahatahuanNya ini tentu Tuhan lebih mengetahui daripada kita tentang apa saja yang benar-benar kita butuhkan. Tuhan pasti akan memberikan yang terbaik untuk kita. Oleh karena itu setiap kali saya berdoa, saya usahakan tidak  meminta pada Tuhan, melainkan saya hanya mengucap Syukur atas anugerah yang telah dikaruniakan pada saya; selain itu buat apa diminta, bukankah dari kita semua telah diberi jatah rizki (baik rezeki yang enak dan yang tidak enak ) dari Tuhan Yang Maha Tahu? apakah doa saya ini keliru (memlagiat kata-kata Pak Jaya) ?

Ternyata Pak Jaya tidak hanya Jago mengobati jasmani lewat Jagonya tetapi juga jago menyirami rohani dan menerangi pikiran.

Rabu, 14 Desember 2011

Brass, Jangan Takut Dengan Keterasingan


Letaknya paling Timur Laut Gugusan Kepulauan Nusantara, tak terlihat dalam peta wawasan Nusantara, namun keberadaannya harus tetap terjaga, karena menyangkut harga diri bangsa. Itulah Pulau Brass; pulau yang termasuk ke dalam gugusan kepulauan Mapia.  Pulau Pulau Mapia terdiri dari empat pulau yaitu Pulau Brass, Pulau Fanildo, Pulau Pegun dan Pulau Faniroto. Dari keempat pulau tersebut, hanya Pulau Brass yang berpenduduk. Di Pulau ini terdapat 40 Kepala Keluarga atau 133 jiwa dan satu pleton Satuan Tugas Pengamanan Pulau Terluar (SATGASPAM) Marinir TNI AL atau sama dengan kekuatan 21 personel.
Para tentara ini berjaga di pulau Brass sebagai langkah untuk mempertahankan kedaulatan dan supremasi bangsa kita. Para anggota baret hijau ini bertugas mengamati dan menjaga keamanan di wilayah terluar dari wilayah kekuasaan ibu pertiwi.
Pulau Brass masuk kedalam wilayah administrasi Kabupaten Supiori. Kabupaten Supiori terdiri dari 5 distrik yaitu Distrik Supiori Timur, Supiori Utara, Supiori Barat, Supiori Selatan dan Kepulauan Aruri. Kelima distrik tersebut terbagai menjadi 38 desa. Ibukota kabupaten ini terletak di desa Sorendidori Distrik Supiori Timur.  Pulau Cantik ini berbatasan langsung dengan wilayah perairan Republik Palau (AS); dan Negara tersebut mengakui pula bahwa kepulauan Mapia ini merupakan wilayah kedaulatan mereka. Dengan adanya pengakuan dari negara lain, wilayah ini rawan konflik perebutan wilayah. Kejadian pulau Sipadan dan Ligitan cukuplah menjadi satu contoh untuk bangsa kita agar lebih mawas diri dan menjaga seluruh bagian wilayah kedaulatannya.
Wilayahnya sungguh terpencil, oleh karena itu penduduk Pulau Brass sangat jarang berinteraksi dengan penduduk lain. Hal ini terjadi karena pulau ini jauh dari pulau utama, yaitu pulau Biak. Pelayaran dari Biak berjarak 160 mil laut dan dicapai dengan waktu 17 jam. Terisolasinya pulau ini perlu kita perhatikan agar penduduk ini tetap bisa bertahan dan lestari. Namun hal yang utama adalah tetap bercokolnya rasa patriotisme di dalam dada penduduk pulau Brass, mengingat merekapun diakui sebagai warga kepulaun Palau.
Di Pulau Brass, abrasi adalah ancaman terbesar pulau ini karena hantaman gelombang Samudera Pasifik. Bahkan pulau ini telah terbagi menjadi dua pulau akibat abrasi. Pulau Brass pecah di bagian utara dan terbagi menjadi dua pulau. Sekarang penduduk menamakan pulau tersebut menjadi Pulau Batu. Oleh karena itu, harus ada upaya preventif yang dilakukan, terlebih melihat kondisi pulaunya yang landai. Jika terjadi tsunami, maka pulau dipastikan tersapu bersih.
Namun, adapula ancaman yang akan terus mengahantui penduduk pulau ini, yaitu kekurangan pengetahuan tentang dunia luar, dan yang paling menghawatirkan adalah anak-anak dan remaja pulau ini yang tidak mengetahui keelokan pulaunya dan bangsanya. Pasalnya, Jika hal ini dibiarkan saja, maka mereka tidak akan pernah mengenyam hak-hak mereka sebagai warga negara Indonesia, terutama hak mendapat pendidikan; dan yang lebih mengenaskan adalah mereka akan seperti katak dalam tempurung.
Penduduk Pulau Brass berasal dari Biak. Awalnya mereka mendiami Pulau Pegun. Namun karena wabah lalat yang menjangkiti pulau itu, akhirnya penduduk pindah ke Pulau Brass. Diare dan muntaber penyakit yang ditimbulkan wabah tersebut. Kejadian ini tidak boleh terulang lagi, oleh karena itu perlu sosialisasi pada penduduk pulau Brass mengenai kebersihan dan sanitasi agar kehidupan mereka lebih sehat.
Penduduk Pulau Brass bermata pencaharian sebagai petani kopra dan nelayan. Kopra tersebut dijual ke pembeli dari Pulau Buton. Dalam satu bulan mereka datang satu kali untuk mengangkut kopra dari penduduk. Harga jual satu kilogram kopra sangat murah, hanya Rp 500 per Kilogram. Jika dijual ke Biak, harga cukup tinggi, Rp 1500 per Kilogram. Namun transportasi menjadi kendala lain. Morfologi Pulau Brass berupa karang yang berbentuk setengah lingkaran. Terdapat celah masuk berupa laguna di barat. Arus bawah laut di sekitar pulau ini cukup kencang. Pada saat surut, perahu nelayan tak bisa mendarat. Kapal Perintis yang melayani pelayaran tak bisa sandar karena dermaga rusak. Selain itu, kondisi perairannya dalam dan bertubir.
Sebenarnya pantai-pantai di kepulauan Mapia ini bisa dimanfaatkan juga menjadi tempat pariwisata. Karena Pemerintah Kabupaten Supiori, Papua, telah menetapkan wilayah perairan laut di Pulau Mapia sebagai kawasan wisata bahari untuk menarik wisatawan domestik dan mancanegara guna meningkatkan devisa negara ,pendapatan asli daerah dan terutama untuk kesejahteraan penduduk setempat
Cerita keterasingan pulau ini bisa terlihat dari kisah bapak marinir ini. Suatu hari marinir penjaga pulau Brass, terkena Malaria. Evakuasi menjadi kendala atas kedatangan kapal yg 20 hari sekali sedangkan helikopter tidak ada sedangkan masa inkubasi malaria 12 hari, untuk mengantisipasi kemungkinan terburuk dan tim menyiapkan perahu karet untuk evakuasi walaupun itu sangat beresiko karena jarak terdekat dengan daratan ya sekitar 210 km itu. Untungnya setelah melakukan perawatan sendiri dengan menghabiskan 20 botol cairan infus, prajurit marinir tersebut dapat melewati masa kritisnya.
Itulah sedikit gambaran tentang terpencilnya bagian tubuh bangsa kita. Berbeda sekali dengan gemerlapannya pulau Jawa, terutama Jakarta. Saudara kita sungguh damai dengan kesendirian dan keterasingannya.  Pulua Brass, Jangan Takut Dengan Keterasingan. Karena kau tetap menjadi bagian hiruk pikuknya bangsa ini. Tanpa keterasinganmu, kami yang disini tak akan pernah mengerti indahnya sepi.

Bart Moeyaert


Bart Boudewijn Pieter Moeyaert atau yang lebih dikenal Bart Moeyaert lahir di Brugge 9 juni 1964. Dia putra ke tujuh dari tujuh bersaudara. Nama Bart di berikan oleh ayahnya karena ayahnya terilhami tokoh protagonist dari cerita karangan Anne De Vries yang berjudul Bartje zoekt het gelukt.
Dia tumbuh besar dikota kelahirannya, Bruge. Tetapi kini dia tinggal di Antwerpen. Waktu kecil dia banyak menggambar dan membaca. Semua jenis buku dia baca tetapi  buku yang disukainya adalah buku  karangan Astrid Linggren, penulis dari swedia yang banyak menulis tentang  anak-anak dan pedesaan. Sehingga genre dari tulisan tulisan Moyaert banyak bercerita tentang anak-anak.
Pendidikan yang dia tempuh antara lain di akademi seni di Ghent . Kemudian dia mempelajari bahasa belanda, jerman dan sejarah di Brussel. Dia memulai debut sebagai penulis pada tahun 1983 dengan   menulis autobiografi yang berjudul Duet met valse noten. Bart moyaert adalah seorang yang kreatif dalam berkesenian. Dia tidak hanya menulis karya sastra yang sudah lazim, tetapi juga dia menciptakan karya karyanya dalam bentuk suara. Selain prosa, dia juga bergelut dalam theater dan penerjemahan.

Karya-karya Bart Moeyaert
Bart Moeyaert merupakan salah satu sastrawan muda dari flandria yang paling di hargai. Ketika berumur 19 tahun, dia telah menulis buku anak-anak yang pertama  dengan judul 'Duet met valse noten' (1983) yang menjadi best seller internasional.Karyanya ini telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa, salah satunya bahasa jepang.
Cerita pendek juga banyak dia hasilkan. Sejak tahun 1990 dia telah menghasilkan sembilan belas kumpulan cerita pendek. Mayoritas kumpulan cerpennya itu ditujukan untuk anak-anak, karena tokoh-tokohnya biasanya dunia binatang. Contoh dari kumpulan cerpennya itu antara lain, De Stad van zeven eilanden (1990), Tik Tik (1992), dan Hij was de haas (2003)
Selain menulis prosa dan cerpen, dia juga menulis banyak puisi. Kumpulan puisi karya Moyaert yang telah di terbitkan antara lain : Verzamel de liefde ,Gelukkige Mensen, lets stick together, vlees is het mooiste, in tijdschrijfte, In bloemlezingen , In Actie, Stadgedichten. Kumpulan puisi dia yang terbit pada tahun 2007 yang berjudul vlees is het mooiste berisi puisi-puisi tentang keindahan tubuh. Dalam bundel itu ditampilkan foto-foto telanjang untuk memperkuat maksud puisi puisinya.
Dia juga menerjemahkan banyak karya-karya prosa dari bahasa asing kedalam bahasa belanda.  Karya yang diterjemahkannya mayoritas cerita anak. Dia mulai menerjemahkan pada tahun 1989. Karya  terjemahan Moyaert yang pertama yaitu berjudul de nieuwe pinokkio yang dia terjemahkan dari bahasa jerman dengan judul aslin der neue pinocchio karya Christine nostlinger. Sampai sekarang dia telah menerjemahkan sekitar lima belas buku cerita dan skenario drama.
Dunia panggung juga kini tengah ia geluti. Sejak tahun 2001 dia mulai menulis skenario. Sampai sekarang dia telah menulis lima skenario untuk pertunjukkan. Karyanya itu antara lain, Bremen is niet ver (2001), Ongelikt (2001), Drie Zuster (2003), De schepping (2003), dan Gelleterde Mensen (2004).
Sebagai sastrawan yang berbakat Bart moyaert sering mendapatkan nominasi dan penghargaan pada ajang penghargaan kesusastraan internasional. Dia telah tiga kali dinominasikan pada penghargaan Hans Christian Andersen Award dan Astrid lingren award.